Sabtu, 11 Februari 2017

Nikmatnya Luar Biasa

Waktu itu Ronal yang masih
duduk di perkuliahan mempunyai teman akrab
namanya Ghina di aberasal dari
Sumatera dan katanya dia masih menumpang
di rumah tantenya, kebetulan hobi kitra sama
yaitu naik gunung pecinta alam kita sering bersama kadang aku juga maen kerumahnya, dan bisa lebih karena aku juga naksir dengan adik sepupunya namanya
Lusi.

Lusi adalah anak dari tante yang rumahnya
ditumpangi oleh Ghina, walaupun aku sudah
akrab dengan
keluarganya tante tapi aku tak langsung
pacari si Lusi, tapi selama perjalanan waktu
sudah berubah
dimana ayah Lusi yang wakil rakyat meninggal
dunia.

Jadi Sekarang Ibunya yang mengurus semua
perusahaan yang dikendalaikan ayah Lusi,
Harapanku untuk
memacari Lusi tetap ada, walaupun saat aku
berkunjung kerumahnya jarang bertemu
langsung dengan Lusi,
malah Ibunya yang namanya Ita menemaniku,
karena kesibukannya Lusi yang di Jakarta
sedang belajar di
sekolah presenter stasiun TV swasta.

Tapi sebenarnya kalau mau jujur Lusi masih
kalah dengan ibunya. Bu Ita lebih
cantik.,kulitnya lebih
putih bersih, dewasa dan tenang
pembawaannya. Sementara Lusi agak sawo
matang, nurun ayahnya kali?
Seandainya Lusi seperti ibunya: tenang
pembawaannya, keibuan dan penuh perhatian,
baik juga.

Sekarang, di rumah yang cukup mewah itu
hanya ada bu Ita dan seorang pembantu.

Ghina sudah tidak di
situ, sementara Lusi sekolah di ibukota,
paling-paling seminggu pulang. Akhirnya saya
di suruh bu Ita
untuk membantu sebagai karyawan tidak tetap
mengelola perusahaannya. Untungnya saya
memiliki kemampuan
di bidang komputer dan manajemennya, yang
saya tekuni sejak SMA.

Setelah mengetahui manajemen perusahaan
bu Ita lalu saya menawari program akuntansi
dan keuangan
dengan komputer, dan bu Ita setuju bahkan
senang. Merencanakan kalkulasi biaya proyek
yang ditangani
perusahaannya, dsb.

Saya menyukai pekerjaan ini. Yang jelas bisa
menambah uang saku saya, bisa untuk
membantu kuliah, yang
saat itu baru semester dua. Bu Ita memberi
honor lebih dari cukup menurut ukuran saya.

Pegawai bu Ita
ada tiga cewek di kantor, tambah saya, belum
termasuk di lapangan.

Saya sering bekerja setelah kuliah, sore
hingga malam hari, datang menjelang
pegawai yang lain pulang.
Itupun kalau ada proyek yang harus
dikerjakan. Part time begitu. Bagi saya ini
hanya kerja sambilan
tapi bisa menambah pengalaman.

Karena hubungan kerja antara majikan dan
pegawai, hubungan saya dengan bu Ita
semakin akrab. Semula
sih biasa saja, lambat-laun seperti sahabat,
curhat, dan sebagainya.

Aku sering dinasehati, bahkan saking
akrabnya, bercanda, saya sering pegang
tangannya, mencium tangan,
tentu saja tanpa diketahui rekan kerja yang
lain. Dan rupanya dia senang. Tapi aku tetap
menjaga
kesopanan.

Pengalaman ini yang mendebarkan jantungku,
betapapun dan siapapun bu Ita, dia mampu
menggetarkan
dadaku. Walaupun sudah cukup umur wanita
ini tetap jelita. Saya kira siapapun orangnya
pasti
mengatakan orang ini cantik bahkan cantik
sekali.

Dasar pandai merawat tubuh, karena ada dana
untuk itu, rajin fitnees, di rumah disediakan
peralatannya. Kalau sedang fitnees memakai
pakaian fitnees ketat sangat sedap
dipandang. Ini sudah
saya ketahui sejak saya SMA dulu, tapi karena
saya kepingin mendekati Lusi, hal itu saya
kesampingkan.

Data-data pribadi bu Ita saya tahu betul
karena sering mengerjakan biodata berkaitan
dengan proyek-
proyeknya. Tingginya 161 cm, usianya saat
kisah ini terjadi 37 tahun, lima bulan dan
berat badannya 52
kg. Cukup ideal.

Pada suatu hari saya lembur, karena ada
pekerjaan proyek dan paginya harus
didaftarkan untuk diikutkan
tender. Pukul 22.00 pekerjaan belum selesai,
tapi aku agak terhibur bu Ita mau
menemaniku, sambil
mengecek pekerjaanku.

Dia cukup teliti. Kalau kerja lembur begini ia
malah sering bercanda. Bahkan kalau
minumanku habis dia
tidak segan-segan yang menuang kembali,
aku malah menjadi kikuk. Dia tak enggan
pegang tanganku,
mencubit, namun aku tak berani membalas.

Apalagi bila sedang mencubit dadaku aku
sama sekali tidak akan membalas. Dan yang
cukup surprise tanpa
ragu memijit-pijit bahuku dari belakang.

“Capek ya..? Saya pijit, nih”, katanya.

Aku hanya tersenyum, dalam hati senang juga,
dipijit janda cantik. Apalagi yang kurasakan
dadanya,
pasti teteknya menyenggol kepalaku bagian
belakang, saya rasakan nyaman juga. Lama-
lama pipiku sengaja
saya pepetkan dengan tangannya yang mulus,
dia diam saja.

Dia membalas membelai-belai daguku, yang
tanpa rambut itu. Aku menjadi cukup senang.

Hampir pukul
23.00 baru selesai semua pekerjaan, saya
membersihkan kantor dan masih dibantu bu
Ita. Wah wanita ini
betul-betul seorang pekerja keras, gumanku
dalam hati.

Saya bersiap-siap untuk pulang, tapi dibuatkan
kopi, jadi kembali minum.
“Kamu sudah punya pacar Ron?”
“Belum Bu”, jawabku
“Masa.., pasti kamu sudah punya. Cewek
mana yang tak mau dengan cowok ganteng”,
katanya.

“Belum Bu, sungguh kok”, kataku lagi. Kami
duduk bersebelahan di sofa ruang tengah,
dengan penerangan
yang agak redup. Entah siapa yang
mendahului, kami berdua saling berpegangan
tangan saling meremas
lembut. Yang jelas semula saya sengaja
menyenggol tangannya
Mungkin karena terbawa suasana malam yang
dingin dan suasana ruangan yang syahdu, dan
terdengar suara
mobil melintas di jalan raya serta sayup-
sayup suara binatang malam, saya dan bu Ita
hanyut terbawa
oleh suasana romantis.

Bu Ita yang malam itu memakai gaun warna
hitam dan sedikit motif bunga ungu. Sangat
kontras dengan
warna kulitnya yang putih bersih.

Wanita pengusaha ini makin mendekatkan
tubuhnya ke arahku. Dalam kondisi yang baru
aku alami ini aku
menjadi sangat kikuk dan canggung, tapi
anehnya nafasku makin memburu, kejar-
kejaran dan bergelora
seperti gemuruh ombak di Pelabuhan Ratu.

Saya menjadi bergemetaran, dan tak mampu
berbuat banyak,
walau tanganku tetap memegang tangannya.
“Dingin ya Ron..?!”, katanya sendu.

Sementara tangan kiriku ditarik dan mendekap
lengan kirinya yang memang tanpa lengan
baju itu.
“Ya, Bu dingin sekali”, jawabku.

Terasa dingin, sementara tangannya juga
merangkul pinggangku. Bau wewanginan
semerbak di sekitar, aku
duduk, menambah suasana romantis
“Kalau ketahuan Darti (pembantunya), gimana
Bu?”, kataku gemetar.

“Darti tidak akan masuk ke sini, pintunya
terkunci”, katanya.

Saya menjadi aman. Lalu aku mencoba
mengecup kening wanita lincah ini, dia
tersenyum lalu dia
menengadahkan wajahnya. Tanpa diajari atau
diperintah oleh siapapun, kukecup bibir
indahnya.

Dia menyambut dengan senyuman, kami
saling berciuman bibir saling melumat bibir,
lidah kami bertemu
berburu mencari kenikmatan di setiap sudut-
sudut bibir dan rongga mulut masing-masing.

Tangankupun
mulai meraba-raba tubuh sintal bu Ita, diapun
tidak kalah meraba-raba punggungku dan
bahkan menyusup
dibalik kaosku. Aku menjadi semakin
terangsang dalam permainan yang indah ini.

Sejenak jeda, kami saling berpandangan dia
tersenyum manis bahkan amat manis,
dibanding waktu-waktu
sebelumnya.

Kami berangkulan kembali, seolah-olah dua
sejoli yang sedang mabuk asmara sedang
bermesraan, padahal
antara majikan dan pegawainya. Dia mulai
mencumi leherku dan menggigit lembut
semantara tanganku mulai
meraba-raba tubuhnya, pertama pantatnya,
kemudian menjalar ke pinggulnya.

“Sejak kamu kesini dengan Ghina dulu, saya
sudah berpikir: “Ganteng banget ini anak!””,
katanya
setengah berbisik.

“Ah ibu ada-ada saja”, kataku mengelak
walaupun saya senang mendapat sanjungan.

“Saya tidak merayu, sungguh”, katanya lagi.

Kami makin merangsek bercumbu, birahiku
makin menanjak naik, dadaku semakin
bergetar, demikian juga
dada bu Ita. Diapun nampak bergetaran dan
suaranya agak parau.

Kemudian saya beranjak, berdiri dan menarik
tangan bu Ita yang supaya ikut berdiri. Dalam
posisi ini
dia saya dekap dengan hangatnya. Hasrat
kelakianku menjadi bertambah bangkit dan
terasa seakan
membelah celana yang saya pakai.

Lalu saya bimbing dia ke kamarnya, bagai
kerbau dicocok hidungnya bu Ita menurut
saja. Kami berbaring
bersama di spring bed, kembali kami
bergumul saling berciuman dan becumbu.
“Gimana kalau saya tidur di sini saja, Bu”,
pintaku lirih.

Ia berpikir sejenak lalu mengangguk sambil
tersenyum. Kemudian dia beranjak menuju
lemari dan
mengambil pakaian sambil menyodorkan
kepada saya.

“Ini pakai punyaku”, dia menyodorkan pakaian
tidur.

Lalu aku melorot celana panjangku dan kaos
kemudian memakai kimononya.

Aku menjadi terlena. Dalam dekapannya aku
tertidur. Baru sekitar setengah jam saya
terbangun lagi.

Dalam kondisi begini, jelas aku susah tidur.

Udara terasa dingin, saya mendekapnya makin
kencang. Dia menyusupkan kaki kanannya di
selakangan saya.

Penisku makin bergerak-gerak, sementara
cumbuan berlangsung, penisku semakin
menjadi-jadi kencangnya,
yang sesungguhnya sejak tadi di sofa.

Aku berpikir kalau sudah begini bagaimana?
Apakah saya lanjutkan atau diam saja? Lama
aku berfikir
untuk mengatakan tidak! Tapi tidak bisa
ditutupi bahwa hasrat, nafsu birahiku kuat
sekali yang
mendorong melonjak-lonjak dalam dadaku
bercampur aduk sampai kepada ubun-ubunku.

Walaupun aku diamkan beberapa saat, tetap
saja kejaran libido yang terasa lebih kuat.

Memang saya
sadar, wanita yang ada didekapanku adalah
majikanku, tantenya Ghina, mamanya Lusi,
tapi sebagai pria
normal dan dewasa aku juga merasakan
kenikmatan bibir dan rasa perasaan bu Ita
sebagai wanita yang
sintal, cantik dan mengagumkan.

Sedikitnya aku sudah merasakan
kehangatannya tubuhnya dan perasaannya,
meski pengalaman ini baru
pertama kali kualami.

Aku tak kuasa berkeputusan, dalam kondisi
seperti ini aku semakin bergemetaran, antara
mengelak dan
hasrat yang menggebu-gebu. Aku perhatikan
wajahnya di bawah sorot lampu bed, sengaja
saya lihat lama
dari dekat, wajahnya memancarkan
penyerahan sebagai wanita, di depan lelaki
dewasa.

Pelan-pelan tanganku menyusup di balik
gaunnya, meraba pahanya dia mengeliat
pelan, saya tidak tahu
apakah dia tidur atau pura-pura tidur. Aku
cium lembut bibirnya, dan dia menyambutnya.

Berarti dia
tidak tidur. Ku singkap gaun tidurnya
kemudian kulepas, dia memakai beha warna
putih dan cedenya juga
putih.

Aku menjadi tambah takjub melihat
kemolekan tubuh bu Ita, putih dan indah
banget. Ku raba-raba
tubuhnya, dia mengeliat geli dan membuka
matanya yang sayu. Jari-jari lentiknya
menyusup ke balik baju
tidur yang kupakai dan menarik talinya pada
bagian perutku, lalu pakaianku terlepas. Kini
akupun hanya
pakai cede saja.

“Kamu ganteng banget, Ron, tinggi badanmu
berapa, ya?”, bisiknya. Saya tersenyum
senang.

“Makasih. Ada 171. Bu Ita juga cantik sekali”,
mendengar jawabanku, dia hanya tersenyum.

Aku berusaha membuka behanya dengan
membuka kaitannya di punggungnya,
kemudian keplorotkan cedenya
sehingga aku semakin takjub melihat
keindahan alam yang tiada tara ini. Hal ini
menjadikan dadaku
semakin bergetar.

Betapa tidak?! Aku berhadapan langsung
dengan wanita tanpa busana yang bertubuh
indah, yang selama ini
hanya kulihat lewat gambar-gambar orang
asing saja. Kini langsung mengamati dari
dekat sekali bahkan
bisa meraba-raba.

Wanita yang selama ini saya lihat berkulit
putih bersih hanya pada bagian wajah, bagian
kaki dan
bagian lengan ini, sekarang tampak
seluruhnya tiada yang tersisa. Menakjubkan!
Darahku semakin
mendidih, melihat pemandangan nan indah
itu.

Di saat saya masih bengong, pelan-pelan aku
melorot cedeku, saya dan bu Ita sama-sama
tak berpakaian.

Penisku benar-benar maksimal kencangnya.
Kami berdua berdekapan, saling meraba dan
membelai.

Kaki kami berdua saling menyilang yang
berpangkal di selakangan, saling mengesek.

Penisku yang kencang
ikut membelai paha indah bu Ita. Sementara
itu ia membelai-belai lembut penisku dengan
tangan
halusnya, yang membawa efek nikmat luar
biasa.

Tanganku membela-belai pahanya kemudian
kucium mulai dari lutut merambat pelan ke
pangkal pahanya. Ia
mendesah lembut. Dadaku makin bergetaran
karena kami saling mencumbu, aku meraba
selakangannya, ada
rerumputan di sana, tidak terlalu lebat jadi
enak dipandang.

Dia mengerang lembut, ketika jemariku
menyentuh bibir vaginanya. Mulutku menciumi
payudaranya dengan
lembut dan mengedot puntingnya yang
berwarna coklat kemerah-merahan, lalu
membenamkan wajahku di
antara kedua susunya.

Sementara tangan kiriku meremas lembut
teteknya. Desisan dan erangan lembut muncul
dari mulut
indahnya. Aku semakin bernafsu walau tetap
gemetaran. Tanganku mulai aktif memainkan
selakangannya,
yang ternyata basah itu.

Saya penasaran, lalu kubuka kedua pahanya,
kemudian kusingkap rerumputan di sekitar
kewanitaannya.

Bagian-bagian warna pink itu aku belai-belai
dengan jemariku. Klitorisnya, ku mainkan,
menyenangkan
sekali.

Ita mengerang lembut sambil menggerakkan
pelan kaki-kakinya. Lalu jariku kumasukkan
keterowongan pink
tersebut dan menari-nari di dalamnya. Dia
semakin bergelincangan. Kelanjutannya ia
menarikku.

“Ayo Ron”aku tak tahan”, katanya berbisik
Dan merangkulku ketat sekali, sehingga
bagian yang menonjol di dadanya tertekan
oleh dadaku.

Aku mulai menindih tubuh sintal itu, sambil
bertumpu pada kedua siku-siku tanganku,
supaya ia tidak
berat menompang tubuhku.

Sementara itu senjataku terjepit dengan kedua
pahanya. Dalam posisi begini saja enaknya
sudah bukan
main, getaran jantungku makin tidak teratur.

Sambil menciumi bibirnya, dan lehernya,
tanganku
meremas-remas lembut susunya.

Penisku menggesek-gesek sekalangannya, ke
arah atas (perut), kemudian turun berulang-
ulang Tak lama
kemudian kakinya direnggangkan, lalu pinggul
kami berdua beringsut, untuk mengambil
posisi tepat
antara senjataku dengan lubang
kewanitaannya. Beberapa kali kami beringsut,
tapi belum juga sampai
kepada sasarannya. Penisku belum juga
masuk ke vaginanya
“Alot juga”, bisikku. Bu Ita yang masih di
bawahku tersenyum.

“Sabar-sabar”, katanya. Lalu tangannya
memegang penisku dan menuntun
memasukkan ke arah kewanitaannya.

“Sudah ditekan… pelan-pelan saja”, katanya.

Akupun menuruti saja, menekan pinggulku…
“Blesss”, masuklah penisku, agak seret, tapi
tanpa hambatan. Ternyata mudah! Pada saat
masuk itulah,
rasa nikmatnya amat sangat. Seolah aku baru
memasuki dunia lain, dunia yang sama sekali
baru bagiku.

Aku memang pernah melihat film orang
beginian, tetapi untuk melakukan sendiri baru
kali ini. Ternyata
rasanya enak, nyaman, mengasyikkan.
Wonderful! Betapa tidak, dalam usiaku yang
ke 23, baru merasakan
kehangatan dan kenikmatan tubuh
wanita.

Gerakanku mengikuti naluri lelakiku, mulai
naik-turun, naik-turun, kadang cepat kadang
lambat, sambil
memandang ekspresi wajah bu Ita yang
merem-melek, mulutnya sedikit terbuka,
sambil keluar suara tak
disengaja desah-mendesah. Merasakan
kenikmatannya sendiri.

“Ah… uh… eh… hem””
Ketika aku menekankan pinggulku, dia
menyambut dengan menekan pula ke atas,
supaya penisku masuk
menekan sampai ke dasar vaginanya.

Getaran-getaran perasaan menyatu dengan
leguhan dan rasa kenikmatan
berjalan merangkak sampai berlari-lari kecil
berkejar-kejaran.

Di tengah peristiwa itu bu Ita berbisik
“Kamu jangan terlalu keburu nafsu, nanti kamu
cepat capek, santai saja, pelan-pelan, ikuti
iramanya”,
ketika saya mulai menggenjot dengan
semangatnya.

“Ya Bu, maaf”, akupun menuruti perintahnya.

Lalu aku hanya menggerakkan pinggulku ala
kadarnya mengikuti gerakan pinggulnya yang
hanya sesekali
dilakukan. Ternyata model ini lebih nyaman
dan mudah dinikmati. Sesekali kedua kakinya
diangkat dan
sampai ditaruh di atas bahuku, atau kemudian
dibuka lebar-lebar, bahkan kadang dirapatkan,
sehingga
terasa penisku terjepit ketat dan semakin
seret.

Gerak apapun yang kami lakukan berdua
membawa efek kenikmatan tersendiri. Setelah
lebih dari sepuluh
menit , aku menikmati tubuhnya dari atas, dia
membuat suatu gerakan dan aku tahu
maksudnya, dia minta
di atas.

Aku tidur terlentang, kemudian bu Ita
mengambil posisi tengkurap di atasku sambil
menyatukan alat
vital kami berdua. Bersetubuhlah kami
kembali.Ia memasukkan penisku rasanya
ketat sekali menghujam
sampai dalam.

Sampai beberapa saat bu Ita menggerakkan
pinggulnya, payudaranya bergelantungan
nampak indah sekali,
kadang menyapu wajahku. Aku meremas
kuat-kuat bongkahan pantatnya yang
bergoyang-goyang. Payudaranya
disodorkan kemulutku, langsung kudot.

Gerakan wanita berambut sebahu ini makin
mempesona di atas tubuhku. Kadang seperti
orang berenang,
atau menari yang berpusat pada gerakan
pinggulnya yang aduhai. Bayang-bayang
gerakan itu nampak indah
di cermin sebelah ranjang.

Tubuh putih nan indah perempuan setengah
baya menaiki tubuh pemuda agak coklat
kekuning-kuningan.

Benar-benar lintas generasi!
Adegan ini berlangsung lebih dari lima belas
menit, kian lama kian kencang dan cepat,
gerakannya.

Nafasnya kian tidak teratur, sedikit liar. Kayak
mengejar setoran saja. Tanganku mempererat
rangulanku
pada pantat dan pinggulnya, sementara
mulutku sesekali mengulum punting susunya.
Rasanya enak sekali.

Setelah kerja keras majikanku itu mendesah
sejadi-jadinya”
“Ah… uh, eh… aku, ke.. luaar..Ron..”, rupanya
ia orgasme.
Puncak kenikmatannya diraihnya di atas
tubuhku, nafasnya berkejar-kejaran, terengah-
engah merasakan
keenakan yang mencapai klimaknya.

Nafasnya berkejar-kejaran, gerakannya lambat
laun berangsur melemah, akhirnya diam. Ia
menjadi lemas
di atasku, sambil mengatur nafasnya kembali.

Aku mengusap-usap punggung mulusnya.

Sesekali ia
menggerak-gerakkan pinggulnya pelan, pelan
sekali, merasakan sisa-sisa puncak
kenikmatannya. Beberapa
menit dia masih menindih saya.

Setelah pulih tenaganya, dia tidur terlentang
kembali, siap untuk saya tembak lagi. Kini
giliran saya
menindihnya, dan mulai mengerjakan kegiatan
seperti tadi. Gerakan ku pelan juga, dia
merangkul aku.

Naik turun, keluar masuk.

Saat masuk itulah rasa nikmat luar biasa,
apalagi dia bisa menjepit-jepit, sampai
beberapa kali.

Sungguh aku menikmati seluruhnya tubuh bu
Ita. Ruaar biasa! Tiba-tiba suatu dorongan
tenaga yang kuat
sampai diujung senjataku, aliran darah, energi
dan perasaan terpusat di sana, yang
menimbulkan
kekuatan dahsyat tiada tara.

Energi itu menekan-nekan dan memenuhi
lorong-lorong rasa dan perasaan, saling
memburu dan kejar-
kejaran. Didorong oleh gairah luar biasa,
menimbulkan efek gerakan makin keras dan
kuat menghimpit
tubuh indah, yang mengimbangi dengan
gerakan gemulai mempesona.

Akhirnya tenaga yang menghentak-hentak itu
keluar membawa kenikmatan luar biasa”,
suara tak disengaja
keluar dari mulut dua insan yang sedang
dilanda kenikmatan. Air maniku terasa keluar
tanpa kendali,
menyemprot memenuhi lubang kenikmatan
milik bu Ita.

“Ahh… egh… egh… uhh”, suara kami bersaut-
sahutan.

Bibir indah itu kembali kulumat makin seru,
diapun makin merapatkan tubuhnya terutama
pada bagian
bawah perutnya, kuat sekali. Menyatu
semuanya,
“Aku” keluar Bu”, kataku terengah-engah.

“Aku juga Ron”, suaranya agak lemah.

“Lho keluar lagi, tadi kan sudah?! Kok bisa
keluar lagi?!”, tanyaku agak heran.
“Ya, bisa dua kali”, jawabnya sambil
tersenyum puas.

Kami berdua berkeringat, walau udara di luar
dingin. Rasanya cukup menguras tenaga,
bagai habis naik
gunung saja, lempar lembing atau habis dari
perjalanan jauh, tapi saya masih bisa
merasakan sisa-sisa
kenikmatan bersama.

Selang beberapa menit, setelah kenikmatan
berangsur berkurang, dan terasa lembek, saya
mencabut
senjataku dan berbaring terlentang di sisinya
sambil menghela nafas panjang. Puas rasanya
menikmati
seluruh kenikmatan tubuhnya.

Perempuan punya bentuk tubuh indah itupun
terlihat puas, seakan terlepas dari dahaganya,
yang terlihat
dari guratan senyumnya. Saya lihat
selakangannya, ada ceceran air maniku putih
kental meleleh di bibir
vaginanya bahkan ada yang di pahanya.

Pengalaman malam itu sangat menakjubkan,
hingga sampai berapa kali aku menaiki bu Ita,
aku lupa. Yang
jelas kami beradu nafsu hampir sepanjang
malam dan kurang tidur.

Keesokan harinya. Busa-busa sabun
memenuhi bathtub, aku dan bu Ita mandi
bersama, kami saling menyabun
dan menggosok, seluruh sisi-sisi tubuhnya
kami telusuri, termasuk bagian yang paling
pribadi. Yang
mengasyikkan juga ketika dia menyabun
penisku dan mengocok-kocok lembut. Saya
senang sekali dan sudah
barang tentu membawa efek nikmat.

“Saya heran barang ini semalaman kok tegak
terus, kayak tugu monas, besar lagi. Ukuran
jumbo lagi?!”,
katanya sambil menimang-nimang tititku.

“Kan Ibu yang bikin begini?!”, jawabku. Kami
tersenyum bersama.

Sehabis mandi, kuintip lewat jendela kamar,
Darti sedang nyapu halaman depan, kalau aku
keluar rumah
tidak mungkin, bisa ketahuan. Waktu baru
pukul setengah enam. Tetapi senjata ini
belum juga turun,
tiba-tiba hasrat lelakiku kembali bangkit
kencang sekali.

Kembali meletup-letup, jantung berdetak
makin kencang. Lagi-lagi aku mendekati
janda yang sudah
berpakaian itu, dan kupeluk, kuciumi. Saya
agak membungkuk, karena aku lebih tinggi.

Bau wewangian
semerbak disekujur tubuhnya, rasanya lebih
fresh, sehabis mandi.

Lalu ku lepas gaunnya, ku tanggalkan behanya
dan kuplorotkan cedenya. Kami berdua
kembali berbugil ria
dan menuju tempat tidur. Kedua insan lelaki
perempuan ini saling bercumbu, mengulangi
kenikmatan
semalam.

Ia terbaring dengan manisnya, pemandangan
yang indah paduan antara pinggul depan,
pangkal paha, dan
rerumputan sedikit di tengah menutup
samara-samar huruf “V”, tanpa ada gumpalan
lemaknya.

Aku buka dengan pelan kedua pahanya. Aku
ciumi, mulai dari lutut, kemudian merambat
ke paha mulusnya.

Sementara tangannya mengurut-urut lembut
penisku. Tubuhku mulai bergetaran, lalu aku
membuka
selakangannya, menyibakkan rerumputan di
sana.

Aku ingin melihat secara jelas barang
miliknya. Jariku menyentuh benda yang
berwarna pink itu, mulai
bagian atas membelai-belainya dengan
lembut, sesekali mencubit dan membelai
kembali. Bu Ita
bergelincangan, tangannya makin erat
memegang tititku.

Kemudian jariku mulai masuk ke lorong,
kemudian menari-nari di sana, seperti malam
tadi. Tapi bibir,
dan terowongan yang didominasi warna pink
ini lebih jelas, bagai bunga mawar yang
merekah. Beberapa
saat aku melakukan permainan ini, dan
menjadi paham dan jelas betul struktur
kewanitaan bu Ita, yang
menghebohkan semalam.

Gelora nafsu makin menggema dan menjalar
seantero tubuh kami, saling mencium dan
mencumbu, kian
memanas dan berlari kejar-kejaran. Seperti
ombak laut mendesir-desir menerpa pantai.

Tiada kendali
yang dapat mengekang dari kami berdua.

Apalagi ketika puncak kenikmatan mulai
nampak dan mendekat ketat. Sebuah kejutan,
tanpa aku duga
sebelumnya penisku yang sejak tadi di urut-
urut kemudian dikulum dengan lembutnya.

Pertama dijilati
kepalanya, lalu dimasukkan ke rongga
mulutnya.

Rasanya saya diajak melayang ke angkasa
tinggi sekali menuju bulan. Aku menjadi
kelelahan. Sesi
berikutnya dia mengambil posisi tidur
terlentang, sementara aku pasang kuda-kuda,
tengkurap yang
bertumpu pada kedua tangan saya.

Saya mulai memasukkan penisku ke arah
lubang kewanitaan bu Ita yang tadi sudah
saya “pelajari”
bagian-bagiannya secara seksama itu. Benda
ini memang rasanya tiada tara, ketika
kumasukkan, tidak
hanya saya yang merasakan enaknya
penetrasi, tetapi juga bu Ita merasakan
kenikmatan yang luar biasa,
terlihat dari ekpresi wajahnya, dan desahan
lembut dari mulutnya.

“Ah”, desahnya setiap aku menekan senjataku
ke arah selakangannya, sambil menekankan
pula pinggulnya
ke arah tititku. Kami berdua mengulangi
mengarungi samodra birahi yang
menakjubkan, pagi itu.

Semuanya sudah selesai, aku keluar rumah
sekitar pukul setengah delapan, saat Darti
mencuci di
belakang. Dalam perjalanan pulang aku
termenung, Betapa kejadian semalam dapat
berlangsung begitu
cepat, tanpa liku-liku, tanpa terpikirkan
sebelumnya.

Sebuah wisata seks yang tak terduga
sebelumnya. Kenikmatan yang kuraih,
prosesnya mulus, semulus paha
bu Ita. Singkat, cepat dan mengalir begitu
saja, namun membawa kenikmatan yang
menghebohkan.

Betapa aku bisa merasakan kehangatan tubuh
bu Ita secara utuh, orang yang selama ini
menjadi
majikanku. Menyaksikan rona wajah bu Ita
yang memerah jambu, kepasrahannya dalam
ketelanjangannya,
menunjukkan kedagaan seorang wanita yang
mebutuhkan belaian dan kehangatan seorang
pria.

Hari berganti minggu, minggu berganti bulan,
si kumbang muda makin sering mendatangi
bunga untuk
mengisap madu. Dan bunga itu masih segar
saja, bahkan rasanya makin segar
menggairahkan. Memang bunga
itu masih mekar dan belum juga layu, atau
memang tidak mau layu.







#SELINGKUH DENGAN BOS #SELINGKUH DENGAN ATASAN #ABG BISPAK TELANJANG
#BOKEP INDONESIA #CERITA
DEWASA #CERITA MESUM
#CERITA NGENTOT JANDA
#CERITA NGENTOT PEMBANTU
#CERITA NGENTOT PERAWAN
#CERITA PANAS #CERITA
PEMERKOSAAN #CERITA SEKS
INDONESIA #CERITA SEKS
SEDARAH #CERITA SELINGKUH
#CERITA SEX #CERITA SKANDAL
#CERITA TANTE GIRANG #CEWEK
TELANJANG #FOTO BUGIL
#MEMEK PERAWAN #TANTE
GIRANG #TOKET GEDE MULUS #PEMERKOSAAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar