Minggu, 12 Februari 2017

Klitoris Istriku


Sekitar 2 tahun yang lalu aku
dan Sherly pergi jalan jalan ke Disney World
USA, karena keuangan kami
sedang menipis jadi kita berangkat dengan
pesawat kelas ekonomis sepakat untuk
memilih Malaysia
Airline sebagai alat transportasi kesana
karena saat itu juga ada harga diskon.

Kami berangkat dari jakarta pukul 7 pagi
semua segala persiapan sudah kami siapkan
jauh jauh hari,
sesuai jadwal kami transit selama satu jam di
kuala lumpur setelah itu langsung perjalanan
menuju
bandara di New York lupa aku namanya
bandaranya.

Tapi tak taunya sebelum sampai disana kita
harus transit lagi 1 setengah jam di dubai
arab, sempat ada
rasa kesal karena sebelumnya tidak ada
pemberitahuannya, aku sempat menanyakan
tempat transit mana
saja yang akan kami jalani pada perusahaan
travel tempat kami memesan tiket namun
mereka mengatakan
bahwa kami hanya transit satu kali di Kuala
Lumpur .

Aku sempat mengira kami telah salah naik
pesawat karena persinggahan pesawat kami
di Dubai itu.

Setelah mengetahui kapal yang kami naiki
benar-benar menuju ke New York , kami
hanya pasrah saja.
Pemeriksaan yang bertele-tele di bandara
Dubai sungguh melelahkan. Kami harus
mengantri sekitar 1 jam
untuk melewati pemeriksaan bagasi saja.

Setelah barang-barang bawaan kami melewati
alat sensor, seorang petugas menghampiri tas
koper istri
saya dan berseru dengan suara agak keras
untuk menanyakan siapa pemilik koper
tersebut. Istri saya
maju dan mengatakan kepadanya bahwa tas
itu miliknya.

Petugas tersebut memandangi Sherly cukup
lama. Salah satu hal yang paling kuingat dari
wajahnya adalah
kumis yang lebat seperti Pak Raden dalam
film si Unyil. Lalu ia membuka koper itu dan
mulai mengacak-
acak isinya.

Isi koper itu hanyalah pakaian-pakaian dan
peralatan kosmetik Sherly. Tangan pria itu
(sebut saja si
Kumis) mengeluarkan satu kantong berisi
bubuk hitam dari dalam koper.

What is this? tanyanya dengan logat yang sulit
dimengerti.

Sherly menjawab gugup, Coffee.

Alis si Kumis mengkerut. Matanya menatap
tajam Sherly. Lalu ia mengatakan beberapa
kalimat yang sulit
dipahami. Kemungkinan besar apa yang ingin
dikatakan si Kumis (dengan menggunakan
bahasa inggris yang
sangat aneh) adalah membawa kopi dilarang.

Aku mendekati petugas itu dan menanyakan
lebih jelas permasalahannya. Si Kumis masih
saja mengacak-
acak koper itu seakan mencari sesuatu yang
hilang. Tanpa merapihkan isi koper itu lagi, ia
menutupnya
dan memandang aku dengan wajah curiga.

Who are you? aku menduga ia mengucapkan
kata-kata tersebut.

Im her husband. Whats the problem, sir?
Ia terus memandangi kami berdua secara
bergantian. Ia memanggil dua orang petugas
lain di belakangnya
dengan gerak isyarat. Lalu ia berkata, Follow
me!

Dua koper kami diangkat oleh salah satu
opsir yang baru dipanggil si Kumis sedang
yang satunya lagi
menggiring kami untuk mengikuti si Kumis. Si
Kumis berjalan dengan cepat masuk ke dalam
ruangan
tertutup di pojok lorong tak jauh dari WC.

Ruangan yang tak lebih dari 3 x 3 meter itu
sangat terang dan seluruh temboknya dilapisi
cermin
setinggi 2 meter dari lantainya. Koper kami
dilemparkan dengan kasar ke atas meja di
pinggir. Ketiga
pria itu (termasuk si Kumis) telah masuk ke
dalam ruangan. Pria yang memiliki brewok
lebat menutup
pintu lalu menguncinya.

Kami berdua berdiri terpaku di hadapan
mereka bertiga. Aku merasa cemas akan
semua ini. Apa yang akan
terjadi? Apa masalah yang begitu besar
sehingga kami harus diperiksa di ruangan
terpisah? Pertanyaan-
pertanyaan seperti itulah yang memenuhi
pikiranku (mungkin tak beda jauh dengan
benak Sherly).

Baru saja aku ingin membuka mulut untuk
menanyakan permasalahannya, si Kumis
mengatakan sesuatu yang
tak jelas. Kata-kata yang dapat tertangkap
oleh telingaku hanyalah stand, wall (dan
against setelah
berpikir beberapa detik untuk mencernanya).

Menurut perkiraanku mereka ingin kami
berdiri menghadap
tembok. Informasi ini kuteruskan ke Sherly
yang tidak mengerti sama sekali perkataan si
Kumis.

Dengan enggan kami membalik badan kami
menghadap tembok. Dari pantulan cermin di
depan kami, aku
melihat si Brewok dan pria yang satunya lagi
yang berbadan lebih tegap (sebut saja si
Tegap)
menghampiri kami. Telapak tangan kami
ditempelkan di tembok (cermin) di depan
kami dan kaki kami
direnggangkan dengan menendang telapak
kaki kami agar bergeser menjauh.

Si Brewok mulai memeriksa seluruh tubuhku.

Dimulai dari atas dan bergerak ke bawah.

Pemeriksaan
berlangsung cepat. Beberapa benda di
kantong baju dan celanaku dikeluarkan dan
diletakkannya di meja
terpisah.

Sama halnya seperti yang terjadi pada diriku,
si Tegap memeriksa Sherly dari atas ke
bawah. Sekilas
aku melihat dari cermin, si Tegap
menggerayangi payudara Sherly walau hanya
sebentar.

Tak ada ekspresi yang berubah dari wajah
Sherly.

Sejak tadi ekspresi yang terlihat hanyalah
ekspresi kecemasan. Aku menepis pemikiran
bahwa si Tegap
mencari kesempatan dalam kesempitan pada
tubuh istriku. Mungkin saja memang ia harus
memeriksa bagian
dada Sherly, toh dadaku juga diperiksa oleh si
Brewok, pikirku.

Benda-benda juga dikeluarkan dari kantong
jaket, baju dan celana Sherly. Meja itu
dipenuhi oleh uang
receh, permen, sapu tangan dan kertas-kertas
tak berguna dari isi kantong kami berdua.

Kemudian setelah harus mencerna hampir
lima kali kata-kata yang tak jelas dari si
Kumis (yang ternyata
adalah atasan si Brewok dan si Tegap), aku
menyadari bahwa ia menyuruh kami untuk
membuka pakaian
kami. Jantungku seperti berhenti berdetak.

Sherly masih belum dapat mengira-ngira
perkataan si Kumis
itu.

Tanpa memberitahu istriku, aku mencoba
untuk memprotes kepada si Kumis. Namun si
Kumis membentak, yang
kuduga isinya (jika diterjemahkan):
Jangan macam-macam! Cepat laksanakan!
Beberapa kata yang dapat tertangkap jelas
oleh telingaku adalah
Donaplay dan Quick.

Aku membisikkan kepada istriku keinginan si
Kumis. Mata Sherly membesar dan mulutnya
terbuka sedikit
karena kaget.

Si Tegap dan si Brewok sudah berdiri di
samping kami dan mengawasi kami dengan
pandangan tajam. Aku
melirik ke pinggang si Brewok. Pandanganku
tertumpu pada pistol yang menggantung di
pinggang tersebut.

Perasaan takut sudah menguasai diriku. Aku
mulai melepaskan pakaianku dari sweater,
kemeja, kaos dan
celana panjang. Pada saat aku melepaskan
kemejaku, Sherly masih belum beranjak untuk
melepaskan
pakaiannya. Karena takut istriku dilukai, aku
memberi pandangan isyarat kepadanya agar
ia segera
melepaskan pakaiannya.

Akhirnya dengan berat hati ia melepaskannya
satu per satu. Jaket, kemeja, kaos dalam dan
terakhir
celana jeansnya. Kami berdua berdiri hanya
dengan pakaian dalam kami.

Si Kumis berkata sesuatu yang sama sekali
tidak dapat kumengerti. Detik berikutnya si
Tegap menarik
tangan Sherly dan membawanya ke sisi
tembok yang bersebelahan dengan tembok di
hadapan kami. Tangan si
Brewok menahanku ketika aku hendak
mengikuti Sherly. Dona move! katanya
kepadaku dengan sangat jelas.

Aku masih dapat melihat Sherly (dari
bayangan di tembok cermin) berdiri tak jauh
di sebelah kananku.

Ia menghadap tembok namun pada sisi yang
berbeda dengan tembokku.

Lalu si Brewok menarik tanganku agar kedua
telapak tanganku menempel di tembok
cermin dan
merenggangkan kakiku. Si Tegap melakukan
hal yang sama pula terhadap Sherly.

Si Brewok yang berdiri di belakangku, meraba-
raba bagian tubuhku yang ditutupi oleh celana
dalamku,
mencari-cari sesuatu untuk ditemukan.

Setelah itu sambil menggelengkan kepalanya,
ia mengatakan
sesuatu kepada si Kumis.

Pada saat itulah aku melihat tangan si Tegap
menggerayangi tubuh Sherly. Dengan jelas aku
melihat
tangannya meremas payudara Sherly selama
beberapa detik.

Tangannya bergerak ke bagian bawah tubuh
Sherly. Kemudian si Tegap berjongkok di
belakang Sherly dan
aku tak dapat lagi melihat apa yang
dikerjakannya setelah itu. Sherly memejamkan
matanya. Alisnya
sedikit mengkerut.

Selama sekitar 20 detik, aku tak berani
memalingkan wajahku untuk melihat apa yang
dikerjakan si Tegap
pada istriku. Lalu ia berdiri dan berkata pelan
kepada si Kumis (lagi-lagi aku tak dapat
menangkap
kata-kata yang diucapkan mereka).

Si Kumis berkata-kata lagi diikuti dengan
ditariknya celana dalamku ke bawah oleh si
Brewok. Belum
sempat kaget, aku mendengar Sherly menjerit
kecil. Rupanya celana dalamnya sudah ditarik
ke bawah
sampai ke lututnya, sama seperti yang
dilakukan si Brewok terhadap celana
dalamku.

Setelah itu si Tegap meraih kaitan di
belakang BH Sherly dan melepaskannya
dengan cepat. Si Tegap
meraih BH itu dan menariknya satu kali
dengan keras sehingga lepas dari tubuh
Sherly.

Secepat kilat Sherly menutupi kedua dadanya.
Aku pun menutupi kemaluanku. Kami berdua
berdiri tegang.

Si Kumis berjalan perlahan menghampiriku
lalu bergerak ke arah Sherly. Untuk beberapa
saat ia hanya
berdiri dan memperhatikan tubuh istriku.

Aku rasa, Sherly mulai akan menangis. Si
Kumis memberi isyarat kepada si Tegap. Lalu
si Tegap
menghampiriku dan berdiri menantang di
sampingku. Aku hanya melirik sekali dan
mendapati wajahnya
berubah menjadi lebih kejam tiga kali lipat.

Sambil mengatakan sesuatu, si Kumis
mendorong pentungan hitam (yang biasa
dibawa oleh polisi) yang
dipegangnya ke arah tangan Sherly yang
menutupi buah dadanya. Aku dapat melihat
istriku menjatuhkan
kedua tangannya ke sisi tubuhnya. Si Kumis
kembali memandangi Sherly dan kali ini
pandangannya
terkonsentrasi ke arah payudara istriku.

Hampir semenit penuh ia memandangi tubuh
Sherly. Sherly hanya memejamkan matanya,
mungkin karena takut
(atau malu?).

Dengan menggunakan pentungan hitamnya itu,
si Kumis menurunkan celana dalam Sherly
dari lutut sampai
ke mata kakinya. Lalu ia memaksa Sherly
untuk merenggangkan kakinya sehingga mau
tak mau ia melangkah
keluar dari celana dalamnya.

Pada saat si Kumis mulai menggerayangi
payudara istriku, aku beringsut dari tempatku
untuk
mencegahnya. Namun bukan aku yang
mencegah perbuatan si Kumis, si Tegap
dibantu oleh si Brewok menahan
tubuhku untuk tetap berdiri di tempat.

Aku meneriaki si Kumis untuk menghentikan
perbuatannya. Teriakanku disambut dengan
tamparan keras pada
pipi kananku. Aku merasakan rasa asin yang
kutahu berasal dari darah yang mengalir
dalam mulutku.

Akhirnya aku hanya berdiri dan berdiam diri.
Tak beberapa lama setelah itu, si Kumis
berjongkok di depan Sherly sehingga aku tak
dapat melihat apa
yang dilakukannya. Dari sudut pandangku, aku
hanya dapat melihat dari bayangan di cermin
bagian
belakang tubuh si Kumis yang sedang
berjongkok di antara kedua paha Sherly.

Tidak terdengar suara apa pun selain suara
detak jantungku yang semakin keras dan
cepat. Sherly tetap
memejamkan matanya dengan alis sedikit
mengkerut, sama seperti tadi.

Sherly tidak mengeluarkan sepatah kata pun
sejak tadi masuk ke dalam ruangan itu.

Istriku memang agak
penakut dan kurang berani mengungkapkan
pendapatnya pada orang lain. Walaupun
demikian, aku agak heran
dengan sikap istriku saat itu yang tidak
memprotes sedikit pun atas perbuatan si
Kumis terhadap
dirinya.

Atau mungkin saja si Kumis tidak melakukan
apa-apa saat itu, batinku. Setelah lima menit
berlalu dalam
keheningan, tiba-tiba istriku mengeluh (lebih
menyerupai mendesah), Aku melirik ke
arahnya dan
mendapati ia tidak lagi menutup matanya.

Matanya agak membelalak dan mulutnya
terbuka sedikit.

Setelah itu, si Kumis berdiri dan menghampiri
si Tegap. Ia memberi isyarat dengan
tangannya kepada si
Tegap dan si Brewok untuk meninggalkan
ruangan itu.

Aku yakin (sangat yakin, untuk lebih tepatnya)
bahwa aku melihat beberapa jari si Kumis
mengkilap
karena basah. Hanya dengan melihat hal itu,
cukup bagiku untuk menduga apa yang telah
dilakukan si
Kumis terhadap istriku.

Si Kumis berkata-kata kepada kami. Kali ini
aku yakin ia mengatakannya dalam bahasa
inggris. Walau aku
hanya dapat menangkap sepenggal kalimat
(may pass), namun aku yakin bahwa ia
menyuruh kami mengenakan
kembali pakaian kami dan memperbolehkan
kami untuk melanjutkan perjalanan kami.

Awalnya aku tak mempercayai pendengaranku
(dan tafsiranku terhadap kata-katanya).

Namun setelah mereka
keluar dari ruangan itu dan meninggalkan
kami berdua saja, aku semakin yakin.

Aku menyuruh Sherly untuk mengenakan
pakaiannya secepat mungkin. Dan ia mulai
menangis terisak-isak
sambil mengenakan pakaiannya.

Setelah selesai mengenakan seluruh pakaian
kami, aku memeluk istriku yang masih
menangis. Dalam
pelukanku tangisannya semakin menjadi. Aku
hanya mengelus-elus rambutnya dan
menenangkan hatinya
dengan mengatakan bahwa semua itu sudah
berakhir.

Sesampai kami di hotel (di Orlando), Sherly
akhirnya menceritakan apa yang diperbuat si
Kumis terhadap
dirinya. Ia bercerita bahwa sambil menjilati
klitorisnya, si Kumis menggesek-gesekkan
jarinya ke
kemaluan istriku. Pada akhirnya si Kumis
memasukkan satu dua jarinya ke dalam liang
kewanitaannya lalu
mengocoknya beberapa kali.

Sherly mengatakan bahwa dirinya merasa jijik
atas perbuatan si Kumis. Setelah beberapa
saat, aku
menanyakan padanya apakah ia terangsang
saat itu.

Mendengar pertanyaan itu, Sherly langsung
mencak-mencak dan mengambek. Dalam
rajukannya, ia menanyakan
kenapa aku berpikiran seperti itu.

Aku mengungkapkan bahwa aku melihat jari-
jari si Kumis basah pada saat ia
menghampiriku sebelum keluar
dari ruangan itu. Sherly menjawab bahwa jari-
jari itu basah karena terkena ludah dari lidah
yang
menjilati klitorisnya. Karena tak mau melihat
dirinya merajuk lagi, akhirnya aku menerima
penjelasannya dan meminta maaf karena telah
berpikiran seperti itu.

Sebenarnya di dalam otak, logikaku terus
berputar. Bagaimana mungkin ludah si Kumis
dapat membasahi
sepanjang jari-jarinya itu, pikirku. Dalam
hatiku yang terdalam sebenarnya aku tahu
bahwa jari-jari si
Kumis bukan basah oleh ludah melainkan oleh
cairan yang meleleh dari kemaluan istriku.

Namun aku menepis pendapatku itu dan tidak
berniat membahasnya lagi dengan Sherly agar
kami dapat
menikmati sisa waktu kami di Amerika itu.-












#SELINGKUH DENGAN BOS #SELINGKUH DENGAN ATASAN #ABG BISPAK TELANJANG
#BOKEP INDONESIA #CERITA
DEWASA #CERITA MESUM
#CERITA NGENTOT JANDA
#CERITA NGENTOT PEMBANTU
#CERITA NGENTOT PERAWAN
#CERITA PANAS #CERITA
PEMERKOSAAN #CERITA SEKS
INDONESIA #CERITA SEKS
SEDARAH #CERITA SELINGKUH
#CERITA SEX #CERITA SKANDAL
#CERITA TANTE GIRANG #CEWEK
TELANJANG #FOTO BUGIL
#MEMEK PERAWAN #TANTE
GIRANG #TOKET GEDE MULUS #PEMERKOSAAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar